Dahulu kala, di tanah Melayu ada seorang tua yang dipanggil dengan sebutan Tok Janggut. Ada setengah orang menyebutnya ulama, setengah lagi menyebutnya justru sebagai pengkhianat. Sejarah memang selalu menyisakan dua sisi yang tak pernah berhenti ditikaikan.
Tok Janggut dihukum mati oleh penjajah British. Setelah dibunuh, mayatnya digantung di atas pancang bambu. Kaki di atas, kepala di bawah, rakyat dipaksa untuk menontonnya agar menjadi peringatan yang tak lekang di dalam kepala. Apakah salahnya?
Nama aslinya Wan Muhammad Hassan Wan Muhammad Yunus, tapi orang-orang lebih memanggilnya sebagai Tok Janggut, karena janggutnya yang panjang. Ada yang menyatakan, Tok Janggutlah orang pertama yang mengumandangkan kata merdeka di tanah Malaysia dari penjajahan Inggris. Pemerintahan Malaysia memberikan anugerah gelar pahlawan nasional pada tokoh ini.
Zaman itu - Perang Dunia I- pertempuran berkecamuk hampir di seluruh penjuru dunia. Salah satu komponen yang terlibat adalah kekuatan Islam, Khilafah Utsmani Turki. Kerajaan Inggris dan sekutunya menjadi kekuatan adikuasa yang berdiri di satu sisi. Di sisi lain, Khilafah Utsmani bersekutu dengan Nazi Jerman sebagai kekuatan alternatif.
Kedua kekuatan ini berperang dengan seru dan hebat. Semua komponen menjadi terlibat. Kawan-kawan Turki Utsmani dan Jerman, berdiri dalam satu barisan. Sedangkan Inggris, di seluruh wilayah jajahannya, diserukan untuk memberi bantuan tak terkecuali di tanah Melayu.
Perang propaganda dan agitasi juga dilancarkan. Inggris menghembuskan kabar ke negeri-negeri Melayu yang beragama Islam, jika Turki Utsmani yang bersekutu dengan Jerman berhasil menang, kaum Muslimin di seluruh dunia akan kesulitan menunaikan rukun yang kelima. Makkah dan Madinah akan di bawah kendali Jerman, dan berhaji bukan urusan gampang.
Nampaknya, agitasi berhasil dan umpan mendapat gigitan. Raja-raja di negeri Melayu termakan, bahkan sampai-sampai mereka mengerahkan rakyat untuk mendirikan shalat hajat agar British menang dan Turki Utsmani bersama Jerman bisa dikalahkan.
Bayangkan, raja-raja Melayu lengkap dengan ulamanya memobilisasi massa untuk memberikan dukungan pada British Raya. Hanya satu orang tua yang berani bersuara lain. Dia menolak, menentang dan melawan. Dia adalah Tok Janggut. Tak mau tunduk dan menentang. Khota Baru menjadi basis gerakan, melawan dominasi Inggris yang didukung raja-raya Melayu yang sudah tak jelas pandangan salah dan benar. Tak mau keadaan semakin runyam, tiga kapal tentara Inggris dikirimkan dari wilayah Singapura. Banyak pengikut Tok Janggut ditahan, sedangkan orang tua berjanggut panjang itu dihadiahi timah panas sebagai hukuman.
Singkat cerita, Inggris akhirnya menang. Khilafah Utsmani Turki tumbang. Kekuatan sekuler menancapkan kekuasaannya, sementara kekuatan Islam pelan-pelan musnah, lalu hilang untuk selamanya. Setelah Khilafah Utsmani runtuh, tanah Palestina dijarah oleh Inggris dan dihadiahkan kepada Zionis. Tak lama, susul menyusul tragedi di seluruh dunia Islam, dari Indonesia sampai Timbuktu, dari Thailand Selatan sampai ke Sudan.
Mungkin kisah ini terlalu disederhanakan. Mungkin kisah yang sesungguhnya lebih rumit dan begitu banyak cabang. Tapi ada satu benang merah yang ingin dimunculkan. Ternyata tanah Melayu ini dulu, para pemimpin di Nusantara ini dulu, punya peran yang tidak bisa dianggap ringan dalam keruntuhan Khilafah Utsmani Turki, satu-satunya daulah yang mempersatukan kekuatan Islam.
Hingga kini kita belum lagi memiliki satu pucuk kepemimpinan yang mempersatukan. Hingga kini, seluruh dunia Islam mendapatkan ujian yang memilukan; dijajah, dianiaya, dirampas kekayaannya dan sekian ketidakadilan lain oleh dunia. Sampai kapan?
Kita harus menjawabnya. Kita harus memberikan jawaban, dan harus menghentikan semua ketidakberdayaan ini. Cara pertama, jangan menjadi pengkhianat bagi kepentingan umat Islam!
Oleh : Herry Nurdi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar