Daftar Blog Saya

Minggu, 21 Agustus 2011

Meraih Pertolongan Allah

Gambaran dan Persiapan di bulan Syawal

republika - Syawal secara etimologis berarti peningkatan, mengandung makna kaum Muslimin yang telah berhasil melaksanakan puasa Ramadhan seharusnya semakin meningkat etos kerjanya dan semakin berkualitas hidup dan kehidupannya. Karena, sesungguhnya mukmin berkualitas lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah SWT daripada mukmin yang lemah. Rasulullah SAW bersabda, ''Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang lemah, meskipun keduanya jauh lebih baik dibandingkan dengan yang tidak beriman. (HR Muslim).

Secara empirik, perubahan yang signifikan dalam berbagai macam bidang kehidupan tidak pernah semata-mata terkait secara langsung dengan jumlah (kuantitas). Misalnya, setiap kelompok mayoritas pasti akan selalu mewarnai dan memimpin serta mengalahkan kelompok minoritas. Sering terjadi, justru sebaliknya. Kelompok kecil yang berkualitas, yang sabar, tabah, ulet, dan tahan uji dapat mengalahkan kelompok orang banyak yang tidak berkualitas.

Allah SWT berfirman, ''... betapa banyak golongan yang sedikit mampu mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.'' (Al-Baqarah: 249). Perang pertama dalam sejarah Islam, yaitu Perang Badar, diikuti oleh kaum Muslimin bersama Rasulullah SAW dalam jumlah sepertiga dari jumlah kaum kafir yang memiliki persenjataan yang jauh lebih lengkap. Namun, karena saat itu kaum Muslimin sangat berkualitas, Allah SWT memberikan pertolongan dan kemenangan kepada mereka.

Sebaliknya, pada Perang Hunain yang diikuti oleh jumlah kaum Muslimin yang banyak (yang saat itu bercampur antara yang sudah terbina dengan yang belum) pada penyerangan yang pertama tidak mampu mengalahkan orang kafir yang jumlahnya relatif sama. Meskipun, pada penyerangan berikutnya Allah memberikan pertolongan kepada mereka dengan sebab bergabungnya kaum Muslimin yang termasuk kelompok As-Sabiqun Al-Awwalun (kelompok pertama yang masuk Islam, yang kualitasnya tidak diragukan lagi).

Izin dan pertolongan Allah (dalam bentuk jalan keluar dari setiap persoalan yang dihadapi) pasti akan diberikan dan diturunkan pada orang-orang yang beriman yang memiliki semangat untuk selalu berbuat yang terbaik dan mempersembahkan ibadah yang optimal dan penuh dengan keikhlasan. Sebaliknya, Allah SWT tidak akan menolong hamba-Nya yang diam, pasif, malas, dan sering berputus asa, apalagi hanya menunggu keajaiban tanpa ikhtiar, usaha, dan doa. Allah SWT berfirman, ''Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu' ...'' (At-Taubah: 105).

Oleh karena itu, tugas kita sekarang, setelah Ramadhan selesai, adalah terus-menerus meningkatkan kualitas kerja dan amal saleh, secara pribadi maupun secara bersama-sama, baik amal yang bersifat vertikal menata hubungan dengan Allah, maupun amal yang bersifat horizontal menata hubungan antara sesama umat, agar Allah SWT menurunkan izin dan pertolongan-Nya. Wallahu a'lam. [KH Didin Hafidhuddin]

Tentunya dengan men-optimalkan 10 hari terakhir dibulan Rmadhan ini.....
Hiduplah sesuai dengan fitrah........










dengan kesucian hati

Rabu, 10 Agustus 2011

Aku Tidak Akan Mati Sia-Sia

Aku tidak akan mati sia-sia..
Hidup mulia atau mati sebagai syuhada/syahida, it's my aim,,,

Pemuda Kahfi, Ukasyah, Sumayyah,Muhammad Natsir, Salma Al Farisi...
Para pejuang tangguh yang tidak pernah pantang menyerah, manusia-manusia yang sealu pada barisan terdepan dalam kebaikan, profesional, fastabiqul khoirot yang tinggi...

Membuat sebuah perpustakaan alam, taman bermain, tempat pembinaan dan taman baca, memberi warna kepada anak-anak bangsa untuk hidup cerdas da mulia,amaliyah oriented.

Mandiri dalam berpenghasilan, terdepan dalam amal, terdalam dalam ilmu, tersabar dalam akhlak, terikhlas dalam niat....

Ahli Psikologi, kesehatan dan parenting...

Oh Allah please guide me... tuntunlah hamba ya Robb.... untuk menuju kemuliaan hidup dijalanMu, mati syahid menujuMu, hidup bermanfaat untuk umat, agama bangsa dan sanak sudara...aamiin,

11 Ramadhan 1432H, in Bogor, Darmaga

Qowwumun Amaliyun

Kaum Profesionalis.........
Sebuah perjuangan tiada henti untuk mewujudkan mimpi yang nyata... Dan hanya dipikirkan dan dikerjakan oleh orang-orang yang beramal nyata....Qowwumun amaliyun, tiada bentuk penundaan,
Akhir-akhir ini banyak mengerjakan pekerjaan, pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa dahsyat...sebuah kedahsyatan yang menghantarku pada sebuah penghambaan yang seutuhnya, dengan segala kehinaan dan kelemahan,

Tetapkan arah yang jelas sehingga panah-panah perjuangan ini tak melesat pada sasaran yang salah. Sebuah kenyataan yang sesungguhnya bahwa dunia ini talah penuh dengan fitnah dan kehampaan, manusia terlena dengan hal-hal yang tidak penting, menipu dan menghanyutkan,

Ini adalah sebuah kenyataan yang benar-benar nyata, apakah yang sudah kita (diri ini) perbuat...tanjamkan dan hujamkan azzam yang mendalam dihatimu berjanji dan selalu berjanji, memperbaharui janji....Allah melihatmu.

Hal yang sangat menyakitkan ummat islam dihina di fitnah, dianiaya dan dijajah...., jangan pernah ini sebuah hal yang baik-baik saja, lakukan perubahan, lakukan perubahan

Jazakillah khoir untuk semua orang yang selalu mendo'akan ku untuk selalu istiqomah..semoga demikian juga untukmu....

* a specialy for my father n bunda......

Senin, 08 Agustus 2011

Fastabiqul Khairat, Budaya yang Tertinggal atau Ditinggalkan?

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah:148).

Hidup adalah fungsi dari waktu. Ia terus saja berjalan, tidak ada delay. Maka tataplah jam yang melekat di dindingmu, adakah ia menunggu?

Ini sebuah kisah tentang seorang lelaki surga yang tak mau menunggu, ia menjadi yang terdepan dalam kebaikan. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memaparkan profil penghuni surga tanpa azab dan hisab mulai dari para nabi hingga Nabi Muhammad. Para sahabat sudah mulai kasak-kusuk, menduga-duga, gusar, bagaimanakah gerangan rupa istimewa tersebut?

Ketika itu Nabi bertanya kepada para sahabatnya, “Apa yang kalian bicarakan?”, maka setelah mereka memberitahukan, Sang Nabi pun bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan ruqyah, tidak meramal yang buruk-buruk dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal.”

Tiba-tiba saja, seorang lelaki bangkit dan berkata, “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka”. Setelah itu, ada lagi lelaki yang bangkit, untuk kedua kalinya dengan permintaan yang sama, “Berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka”, Rasulullah menjawab, “Engkau sudah di dahului Ukasyah”.

Yah, pemuda yang pertama kali bangkit adalah Ukasyah bin Mihsan. Ukasyah tidak perlu menunggu untuk menjadi yang kedua. Karena keberaniannya pada kesempatan yang pertama, permohonannya di ‘amini’ oleh Rasulullah. Seperti api yang menyala-nyala, seperti itulah semangat Ukasyah yang hadir di awal, bukan di akhir. Inilah sahabat Rasulullah, mereka memiliki satu budaya yang sudah lama kita tinggalkan. Budaya fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Mereka itu bergegas segera dalam meraih kebaikan, Dan merekalah orang-orang yang terdahulu memperolehnya," (Al. Mu’minun : 61).

Ketika turun ayat tentang hijab, tanpa membuang tempo, para shahabiyah langsung mengambil kain-kain mereka dan melilitkan ke seluruh tubuhnya. Para shahabiyah yang berada di pasar-pasar lantas tidak langsung pulang ke rumah. Mereka memilih untuk bersembunyi di balik batu-batu besar, menunggu malam yang sepi barulah mereka pulang ke rumah. Lagi-lagi Ini adalah bukti, bahwa sahabat Rasulullah adalah orang-orang yang memiliki budaya fastabiqul khairat, budaya tak mau menunggu dan selalu kompetisi dalam ketaatan.

Faktanya, kondisi kekinian dalam masyarakat kita berbeda, budaya kompetisi ini lebih di gandrungi dalam ranah keduniaan. Kitapun Berlomba-lomba dalam memperkaya diri, mempercantik rupa, menggagah-gagahkan sikap, mengejar jabatan, mencicil gelar demi gelar dan menumpuk atribut-atribut keduniaan lainnya.

"Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya seperti dimana yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya,” (Bukhari dan Muslim).

Jikalaupun kita memperoleh dunia, maka teruslah melangkah sebagai orang yang dititipi amanah, berjalanlah sambil menunduk, indahkan titipan itu dengan keihklasan dan niat pengabdian kepada umat.

Purwarupa Orang-Orang Pilihan

Fastabiqul khairat adalah purwarupa orang-orang yang terpilih. Dalam surah Al-Fatir ayat 32, Allah menggambarkan purwarupa atau prototipe manusia menjadi tiga jenis.

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar,” (Fatir : 32).

Jenis Pertama adalah mereka yang zalim. Keburukan mereka lebih banyak daripada kebaikan yang mereka ukir. Mereka menghabiskan usia pada perkara-perkara yang Allah tidak ridai.

Jenis yang kedua adalah mereka yang pertengahan. Dalam artian, disatu waktu mereka melakukan keburukan tetapi di waktu lain merekapun melakukan kebaikan. Merekalah orang yang ibadahnya jalan, keburukannya pun jalan.

Dan jenis yang ketiga adalah mereka yang selalu membangun budaya fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam ketaatan. Inilah karakteristik dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Karena budaya fastabiqul khairat inilah para sahabat Nabi pantas dikatakan “khairu ummah” atau generasi yang terbaik. Mereka tidak pernah melewatkan momentum untuk menjalankan ketaatan kepada Allah. Tak rela melepaskan kesempatan untuk mengisi setiap desahan nafas dalam ketaatan kepada Allah. Mereka selalu memaksimalkan setiap pintu kebaikan yang Allah bukakan.

Sejenak menengok purwarupa di atas, adakah kita menjadi manusia jenis ketiga? Jawabannya tentu kembali kepada laku kita masing-masing.

Saatnya kita merenung, alangkah berbedanya ghirah/semangat beribadah para sahabat dengan kebanyakan dari kita sekarang. Seringkali kita tidak memiliki semangat untuk ber-fastabiqul khairat- berlomba-lomba dalam kebaikan. Kita seolah merasa cukup dan baik-baik saja berada di luar arena, menjadi penonton atau bahkan komentator, pengeritik perlombaan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain.

Ketika orang lain mengenakan hijab secara sempurna, kita sering mengomentari mereka “Terlalu ekstrimlah, kampunganlah” dan sebagainya. Ataupun di saat yang lain bersedekah, kita berpikir mereka mungkin mencari muka atau ingin dibilang pemurah. Ketika saudara kita menahan perkataan untuk mengamalkan sebuah hadis, kita lantas menyimpulkan bahwa mereka adalah orang-orang sombong yang pelit perkataan. Dan di saat yang lain memanjangkan sujudnya, terbersit di hati, mereka hanya ingin dikatakan khusyu’ saja.

Terkadang kita memosisikan diri sebagai komentator dan kritikus tanpa terlibat dalam perlombaan meraih rida Allah. Sebuah peran yang teramat melelahkan, membuang-buang waktu. Adalah sebuah musibah jika kita kehilangan kesempatan dalam ketaatan kepada Allah, lantas kita tenang-tenang saja Tak inginkankah kita meraih syurga seperti ukasyah?

Maka Jangan hanya jadi penonton, mari membangun budaya yang telah lama tertinggal. budaya fastabiqul khairat. Wallahu a’lam

*Penulis adalah mahasiswi pascasarjana IPB, Aktivis Lembaga Muslimah Wahdah Islamiyah.