Daftar Blog Saya

Kamis, 09 Februari 2012

Tentang Dua Pedang

Seandainya sekarang kamu berada di penjara, kira-kira bagaimana rasanya? Beda dengan ketika sekarang kamu sedang baca tulisan ini dengan tenangnya, kan?

Ya, pasti beda. Sejatinya, perbedaan itu muncul karena izinmu. Kamu mengizinkan dirimu dengan senang hati untuk berada di kosan -atau di manapun sekarang- dan membaca tulisan ini. Izin itu bikin tenang. Sedangkan kamu tidak tenang jika di penjara karena kamu tidak mengizinkan dirimu berada di sana.

Jadi, bisa tenang di penjara kalau kita mengizinkan diri kita ada di sana?
Yap. Mau coba? :)

Hhe. Itu tidak perlu dibahas. Yang penting sekarang adalah, ucapkan kepada dirimu, "Selamat Ujian!"
Kalau izin aja bikin tenang, kalau ucapan selamat? Semoga bikin seneng. :)

Ok. Sesi I selesai.




Selanjutnya, ini ada sebuah cerita yang masih saya ingat dari novel Negeri 5 Menara. Kita simak bareng-bareng...

Suatu hari, sebagaimana biasa di sore hari menjelang maghrib. Ribuan santri Pondok Modern Gontor berkumpul di ruang induk mushalla, menunggu maghrib. Setelah terkumpul semuanya, Kyai pengasuh pondok naik ke atas mimbar. Biasalah ya... :)

Tapi, ada yang spesial hari itu. Bahkan aneh. Kyai naik podium tidak dengan tangan kosong atau menenteng kitab, hari itu beliau membawa dua pedang samurai dan satu tongkat. Dua pedang itu berbeda, satu bersih mengkilap tanpa cela, satunya penuh karat. Satu tajam, satu tumpul.

Setelah mengucap salam, beliau mengambil pedang yang tajam di tangan kanannya dan tongkat di kirinya. Diayunkannya pedang itu, tangan kirinya memegang kuat tongkat, menunggu benturan pedang tajam itu. Pedang diayun kuat, tapi ketika mendekati kayu, tangan beliau seperti ditahan sehingga mengurangi kuatnya ayunan. Dan ketika pedang sampai membentur kayu, benturannya lemah sekali. Ya, hanya seperti menyentuh. Tongkat itu tak jadi patah.

Anehnya, beliau tak berkomentar sedikit pun tentang adegan yang barusan beliau lakukan. Beliau lalu berceramah seperti biasa. Tapi, di tengah-tengah bicara...

Beliau berhenti. Mengambil pedang yang berkarat. Dan menghunusnya dengan kuat pada tongkat tadi. Apa yang terjadi? Ya, tongkat itu tidak patah. Pedang itu benar-benar tumpul.

Lagi-lagi Kyai melakukan sesuatu di luar dugaan. Beliau kemudian mengulang-ulangi gerakan menghunus pedang itu. Seakan benar-benar ingin mematahkan tongkat yang di tangannya itu.
Ruangan pun dipenuhi suara berdebam. Entah, sampai pukulan ke berapa, dan... "Brakkkkkk!"
Akhirnya tongkat itu patah.

Beliau menghela napas, "Santri-santriku, dua pedang ini adalah permisalan. Sepintar apapun kalian, setajam apapun otak kalian, setinggi apapun IQ kalian, jika kalian tidak sungguh-sungguh, maka pelajaran apapun tidak akan patah, tidak akan bisa kalian kuasai. Sebaliknya, serendah apapun IQ kalian, seberapa berkarat pun otak kalian, sebodoh apapun kau menganggap dirimu bodoh, jika kau mau sungguh-sungguh, entah pada pukulan ke berapa, kalian akan menguasai pelajaran itu, dia akan patah. Begitulah... Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..."



Begitulah, di ayat terakhir surah terpanjang, Allah sudah mengisyaratkan hal itu.
“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kadar kemampuannya. Dia akan mendapatkan apa yang diusahakannya, dia akan mendapatkan apa yang diusahakannya” alBaqarah 286.

tapi, tunggu dulu....

Ya, semua makhluk hidup, akan memperoleh apa yang dia usahakan. Jelas itu. Bedanya adalah bagaimana cara kita diberi. Pernah ngotot minta sesuatu sama orang tua, ditolak, minta lagi, ditolak lagi, coba lagi, dan akhirnya dikasih? Bagaimana cara ngasihnya? :)

Begitulah perumpamaan orang yang berusaha mendapatkan yang diinginkannya tetapi tak tahu caranya. Ya, Allah juga memberi semua orang yang benar-benar meminta dan berusaha mendapatkan sesuatu. Tapi, dikasihnya mau sambil dilempar atau diantarkan baik-baik? Ada yang minta cara pertama? Boooleh. Hanya caranya tidak dibahaskan disini.

Ini, agar kita dapat yang kita inginkan dan dikasihnya dengan cara baik-baik.
Buka lagi alMuzammil 20, cek terjemahannya. Di situ kelemahan kita -manusia- dimaklumi. Ya sakitlah, sibuklah, lemahlah... Tapi, tetap laksanakan empat hal yang jelas disebut di situ. Ini standar minimal, buat hambaNya yang ingin disayangi olehNya. Apa saja? Shalatlah lima waktu, berjamaah. Sedekahlah setiap hari. Rutinkan baca alQuran. Dan jangan lupa, istighfar sebanyak-banyaknya.

)*tulisanmu, jzk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar