Daftar Blog Saya

Selasa, 27 September 2011

Sebuah Mukaddimah

"Ketika hidup untuk kepentingan pribadi, hidup ini tampak sangat pendek dan kerdil. Ia bermula saat kita mulai mengerti dan akan berakhir bersama berakhirnya usia kita yang terbatas. Tapi, apabila kita hidup untuk orang lain, yakni hidup untuk (memeperjuangkan)sebuah fikrah, maka kehidupan ini terasa panjang dan memilki (makna) yang dalam. Ia bermula bersama mulainya kehidupan manusia dan membentang beberapa masa setelah kita berpisah dengan permukaan bumi." (Sayyid Quthb)

Segala puji bagi Allah Swt. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang meneyeruhkan dakwah hingga hari kiamat.

Gelombang materialisme telah menjangkiti masyarakat dunia. pada saat ini, yang menjadi ukuran hidup tidak lagi norma atau nilai, tetapi materi atau kekayaan. Siapa yang mempunyai harta lebih banyak, dialah yang berkuasa dan dapat berbuat apa saja. Hukum dapat dipermainkan dan keadilan dapat diperjual belikan. Kondisi seperti inilah yang sedang marak dikalangan kaum muslimin.

Seorang penulis Islam, Majid Kailani dalam bukunya Al Ummah Al Muslimah menyebutkan bahwa kaum muslimin melewati tiga peride:

Pertama, periode sehat. pada periode ini loyalitas umat ber-poros pada misi (risalah), sehingga tolak ukur yang berkembang di masyaraka adalah kedekatan dan komitmen sesorang pada risalah.
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi allah adalah yang paling bertaqwa." (Q.S. Alhujurat: 13)

Periode ini dalam sejrah perjalanan umat diwakili oleh masa kenabian dan Khulafaur rasyidin. Pada saat itu orang yang paling mulia adalah orang yang paling dekat dengan risalah. maka tidak heran kalau Bilal bin Rabah r.a seorang budak Habasy yang kecil dan berkulit hitam legam memilki kedudukan mulia dalam pandangan masyarakat setelah mendekat pada risalah.

Kedua, peride sakit.Pada periode ini loyalitas umat berporos pada orang; baik yang berkumpul dalam bentuk bangsa, negara, daerah, kabilah, kelompok,keluarga, atau bahkan sebagai individu. Sehingga yang menjadi tolak ukur dalam masyrakat bukan lagi kebenaran dan syariat, tetapi siapa yang mengatakan dan siapa yang melakukan.

Masa ini dalam perjalanan sejarah Islam di wakili oleh dinasti Umayyah, Abbasiah, Utsmaniah dan dinasti-dinasti lainnya yng sisanya masih terasa sampai saat ini. Saat itu muncul sikap ashobiyah (fanaatisme)pada bangsa, negara, kabilah dan seterusnya. Dalam istilah hadits, periode ini disebut " malikan 'aadlan" (raja yang menggigit). Bukan berarti saat itu tidak ada orang yang memberikan loyalitas pada risalah dan berusaha mengajak masyarakat untuk kembali pada Islam. Masih ada beberapa orang yang berupaya mengembalikan umat pada risalah, tetapi sifatnya cuma sementara dan tidak merata, seperti pada masa Umar bin Abdul Aziz.

Ketiga, periode kematian. Pada periode ini loyalitas umat berporos pada benda, sehingga yang menjadi tolak ukur adalah kekayaan duniawi. Masa ini dalam perjalan sejarah umat diwakili oleh masa setelah runtuhnya khilafah Islam, tahun 1924, meskipun benih-benihnya sudah tumbuh pada masa-masa sebelumnya. Saat itu, seseorang dihormati dan didengar karena kekayaannya bukan karena ketaqwaannya.

Apabila loyalitas pada benda sudah mewabah, maka kehidupan masyarakat diwarnai sikap egoisme dan individualisme. masing2 orang hanya mementingkan dirinya, tanpa memedulikan nasib masyarakat banyak. Karena itu, masa ini sangat kondusif bagi lahirnya para penguasa diktator yang menindas rakyat. Dalam istilah hadits, periode ini disebut "malikan jabbar" (raja diktator)
Rasulullah saw. Juga menggambarkan kondisi umat saat itu sebagai Hidangan Lezat, sehingga diperebutkan oleh orang-orang rakus. Penyebab utamanya adalah penyakit wahn, yaitu cinta dunia dan takut akan kematian.

Rasulullahsaw. Bersabda,
“Hampir saja umat-umat memperebutkan kalian, sebagaimana orang-orang rakus memperebutkan makanan di piring besar.” Seseorang bertanya , “Apakah saat itu kami minoritas?” Rasulullah saw. Menjawab, “ Tidak. Saat itu kalian berjumlah banyak, tetapi seperti buih yang terbawa air bah. Allah telah menjabut rasa takut musuh pada kalian dan meletakkan penyakit wahn dalam hati kalian. “ Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu, wahai rasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Cinta dunia dan benci pada kematian.” (H.R Abu Dawud)

Imam Asy Syahid hasan Al banna menyifati penyakit umat ini dengan mengatakan, “Pengalaman dan berbagai peristiwa telah mengajarkan kepada kita bahwa penyakit yang menimpa bangsa-bangsa Timur sangat beragam dan telah menyebar ke setiap aspek kehidupannya.
Dalam ranah politik, ia terjajah oleh musuh-musuhnya sementara rakyatnya terperangkap dalam fanatisme kepartaian, perpecahan, dan permusuhan dengan sesame.
Dalam ranah ekonomi, system riba telah merajalela di semua lapisan masyarakt dan perusahaan-perusahaan asing telah menguasi berbagai sumber ekonomi beserta seluruh asetnya.
Dalam ranah pemikiran, kerancuan pola pikir dan kemunafikan telah menyebabkan kehancuran akidah sehingga runtuhlah nilai-nilai mulia yangb tertanam dalam jiwa generasi muda.
Dalam ranah sosial, paham Hedonisme menghiasi tradisi dan akhlaknya, meninggalkan nilai-nilai lihur warisan generasi pendahulu yang cemerlang. Westernisme telah mengalir pada aspek kehidupan (seperti racun ular yang merusaki darah dan mengusik ketenangan). Merebaklah undang-undang buatan manusia yang tidak mampu mencegah orang berbuat criminal dan tidak dapat member pelajaran pada orang-orang zalim. Aturan inilah yang menggantikan undang-undang samawi yang ditetapkan oleh Pencipta dan pengatur jiwa.
Dalam ranah pendidikan , telah terjadi tumpang tindih system sahingga mengahalangi pembinaan kader masa depan pembawa amanat kbangkitan umat.
Dalam ranah psikologi, ia telah dijangkiti keputus-asaan yang membinasakan, kemalasan yang mematikan, kepengecutan yang memalukan, kebakhilan yang menghinakan, dan egoism yang menghalang umat untuk berkorban. Inilah yang menyebabkan keluar dari barisan para mujahidin hingga menjadi generasi yang lalai dan bersantai-santai.

Apa yang diharapkan dari umat ini yang telah digerogoti oleh penyakitpenyakit ganas; penjajahan dan fanatisme kepartaian, ekonomi ribawi, dominasi dari peusahaan2 asing, kenunafikan diri, Hedonisme, kerancauan system pendidikan dan perundang2an, keputus-asaan, kebakhilan, kebancian dan kepengecutan, kekaguman kepada musuh.

Satu penyajit saja, sesunguhnya akan dapat membunh umat yang kuat. Maka, bagaimana kalau semua penyakit itu telah menimpa suatu umat? Andaikan tidak ada imunitas, ketegaran, dan kekuatan bangsa-bangsa timur yang dililit tali permusuhan dan ditaburi bakteri2 penyakit ini dalam waktu lama maka umat ini sudah binasa dan tidak dikenal lagi oleh manusia. Akan tetapi Allah tidak menginginkan hal itu terjadi, demikian juga dengan orang2 yang beriman.
Meskipun penyakit yang di derita umat Islam sudah sangat parah, hingga menjadikannya sekarat, tetapi harapan untuk bangkit tetaplah menyala. Bukankah irang yang sakit akan berangsur-angsur sembuh dengan izin Allah SWT. Bila dilakukan pengobatan secara sabar, teliti dan berkesinambungan. Tentulah harapan itu masih ada, karena itu para aktivis Islam harus optimis, berupaya sekuat tenaga mengobati umat sebelum benar-benar mati dan terkubur…

)* Manajemen Kematian (Khozin Abu faqih, Lc) …>sebuah mukaddimah yang luar biasa…

1 komentar:

  1. wah postingan yg menakjubkan, oh ya sist, tolong postingannya dibuat "readmore" atau dipotong sebagaian yg ditunjukkan, biar lebih indah tampilan blognya. mantab

    BalasHapus